Kamis, 13 September 2018

OD Glaukoma Sudut Tertutup Primer


OD Glaukoma Sudut Tertutup Primer
           

                                                                                    


Pembimbing :
dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc

                              

Disusun oleh:
Agung Ganjar Kurniawan









STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama                                       : Ny. P
Umur                                       : 59 tahun
Agama                                     : Islam
Pekerjaan                                 : Ibu Rumah Tangga
Alamat                                    : Jl. Kemang Bungo, Klaten
Tanggal Pemeriksaan              : 29 September 2017

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Autoanamnesis
Tanggal                                  :29 september 2017
Keluhan Utama                     : Mata kanan cekot-cekot sejak 1 bulan lalu
Keluhan Tambahan              : Mata kabur dan terasa gatal
                                
Riwayat perjalanan penyakit:
Satu bulan SMRS pasien mengeluh mata kanan cekot-cekot sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengatakan mata kanan terasa ada yang mengganjal.. Pasien juga mengeluh matanya merah bersamaan dengan nyeri, nyeri dirasakan juga pada kepala bagian depan dan juga banyak mengeluarkan air. Pasien juga mengeluh pada saat itu pandangannya mulai kabur dan penglihatannya berkurang. Gejala ini diikuti dengan sakit pada kepala seperti berdenyut yang awalnya dirasakan dimata kanan lalu merembet sampai ke belakang kepala, pasien mengatakan sakit kepala ini terutama dirasakan pada saat aktivitas atau bila pasien memikirkan sesuatu yang “berat”. Sebelumnya jika sakit pada kepala tidak disertai dengan mata merah, berair dan nyeri. Pasien juga mengatakan terasa gelap jika melirik kesekitar terutama kearah hidung dan bawah. Pasien bila melihat cahaya tidak merasa silau dan tidak seperti melihat pelangi. Keluhan seperti melihat bayangan seperti tirai, mual, muntah dan penglihatan ganda disangkal pasien. Mata kiri menurut pasien masih dapat melihat dengan baik dan tidak ada keluhan.
Tiga minggu SMRS pasien berobat ke RS Jambi dan didiagnosis glaukoma lalu pasien mendapat pengobatan berupa Cendo 2 x 1 OD, Timol 1 x 1 OD, asam mefenamat 500mg 3 x 1 dan mitrogenol 120mg 1 x 1, lalu pasien disarankan untuk melakukan operasi namun keluarga menolak. Satu minggu SMRS setelah obat habis, pasien mengatakan timbul keluhan berupa mata kanan cekot-cekot, nyeri, merah, pandangan semakin kabur, pandangan semakin sempit dan mata berair terus. Lalu pasien berobat ke RS Jambi lalu diberikan terapi yang sama dan disarankan untuk untuk dilakukan operasi.
Hari SMRS pasien datang berobat ke RS Mata Yap dengan keluhan mata kanan cekot-cekot, pandangan kabur dan berkurang, berair dan nyeri.  Pasien dirawat untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi namun tidak pernah berobat. Pasien tidak pernah mengalami penyakit mata sebelumnya, tidak menggunakan kacamata, tidak menggunakan obat-obat kortikosteroid jangka panjang. Riwayat penyakit seperti kencing manis, asma, alergi dan riwayat adanya trauma pada kedua mata disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:
-          Hipertensi                                            : Ada, tidak terkontrol
-          Kencing Manis                                    : Tidak Ada
-          Kolesterol                                            : Tidak Ada
-          Maag                                                   : Tidak Ada
-          Asma                                                   : Tidak Ada
-          Alergi Obat                                         : Tidak Ada
-          Riwayat penggunaan kacamata          : Tidak Ada
-          Riwayat operasi mata                          : Tidak Ada
-          Riwayat trauma mata                          : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
      Ayah, Ibu atau saudara pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa.                       
     
I.          PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum          : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
Tanda Vital                 : TD 170/100 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20 x/menit, T 36,5o C.
Kepala                            :  Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.
Mulut                             :  Oral hygiene baik
THT                                : Normotia +/+, Deviasi septum (-), Sekret (-), Faring tidak hiperemis
Thoraks                          :  Suara nafas vesikuler, Ronki (-), Wheezing (-)
                  BJ I-II  reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen                       :  Supel, Datar, Bising usus (+) normal
Ekstremitas                    : Akral hangat +/+, Edema -/-
Tinggi Badan                 : 150 cm
Berat Badan                   : 46 kg

Status Oftalmologi
KETERANGAN                             OKULO DEXTRA                  OKULO SINISTRA
 



1.      VISUS                                                (OD)                                  (OS)
Tajam Penglihatan
1/300
6/12
Koreksi
Tidak terkoreksi
Tidak terkoreksi
Addisi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Distansia Pupil
63 mm
63 mm
Kacamata lama
-
-

2.      KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmos
Tidak ada
Tidak ada
Enoftalmos
Tidak ada
Tidak ada
Deviasi
Tidak ada
Tidak ada
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arah
Baik ke segala arah

3.      SUPERSILIA
Warna
Hitam
Hitam
Simetris
Simetris
Simetris

4.      PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Tidak Ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak Ada
Tidak Ada
Ektropion
Tidak ada
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Punctum Lakrimal
Normal
Normal
Fissura palpebra
Baik
Baik
Tes Anel
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

5.      KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis
Ada
Tidak ada
Folikel
Tidak ada
Tidak ada
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Hordeolum
Tidak ada
Tidak ada
Kalazion
Tidak ada
Tidak ada

6.      KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi Konjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi Siliar
Ada
Tidak ada
Perdarahan Subkonjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Pterigium
Ada
Tidak ada
Pinguekula
Tidak ada
Tidak ada
Nevus Pigmentosus
Tidak ada
Tidak ada
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
7.      SKLERA
Warna
Putih
Putih
Ikterik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri Tekan
Tidak ada
Tidak ada

8.      KORNEA
Kejernihan
Keruh
Jernih
Permukaan
Licin
Licin
Ukuran
12 mm
12mm
Sensibilitas
Menurun
Baik
Infiltrat
Tidak ada
Tidak ada
Keratik Presipitat
Tidak ada
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Arkus Senilis
Ada
Ada
Edema
Ada
Tidak ada
Tes Placido
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

9.      BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Dangkal
Dalam
Kejernihan
Jernih
Jernih
Hifema
Tidak ada
Tidak ada
Hipopion
Tidak ada
Tidak ada
Efek Tyndal
Negatif
Negatif

10.  IRIS
Warna
Coklat
Coklat
Kripte
Tidak jelas
Jelas
Sinekia
Tidak ada
Tidak ada
Koloboma
Tidak ada
Tidak ada

11.  PUPIL
Letak
Di Tengah
Di tengah
Bentuk
Bulat
Bulat
Ukuran
+- 6 mm
+- 3 mm
Refleks Cahaya Langsung
Negatif
Positif
Refleks TakLangsung
Negatif
Positif

12.  LENSA
Kejernihan
Jernih
Jernih
Letak
Di tengah
Di tengah
Shadow Test
Tidak Ada
Tidak Ada

13.  BADAN KACA
Kejernihan
Jernih
Jernih

14.  FUNDUS OKULI
Refleks fundus
Sulit dinilai
    Positif
Warna
Sulit dinilai
Jingga
Ekskavasio
Sulit dinilai
Tidak Ada
Rasio Arteri:Vena
Sulit dinilai
2 : 3
C/D Ratio
Sulit dinilai
0,3
Makula Lutea
Sulit dinilai
Positif
Eksudat
Sulit dinilai
Tidak ada
Perdarahan
Sulit dinilai
tidak ada
Sikatriks
Sulit dinilai
Tidak ada

15.  PALPASI
Nyeri Tekan
Tidak ada
Tidak ada
Massa Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tensi Okuli
N ++/palpasi
N+/palpasi
Tonometri Schiotz
Tidak dilakukan
Tidak Dilakukan

16.  KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi
Tidak sesuai dengan pemeriksa
(Menyempit)
Sesuai dengan pemeriksa

II.                PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Tekanan Bola Mata Non Kontak
      OD :err
      OS :26
            Pemeriksaan darah lengkap
            Hb 13,2g/dl, RBC 4,48 x 109/L, WBC 5,8 x 109/L, HCT 36,50%, MCV 81,5 g/dL.            GDS 130 g/dL, ureum 31,0 mMol/L, kreatinin 1,03 mg/dL.

III.             RESUME
Satu bulan SMRS pasien mengeluh mata kanan cekot-cekot sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengatakan mata kanan terasa ada yang mengganjal. Pasien juga mengeluh matanya merah bersamaan, nyeri dan juga banyak mengeluarkan air. Nyeri dirasakan juga pada kepala bagian depan. Pasien juga mengatakan pandangannya mulai kabur dan penglihatannya berkurang. Pasien juga mengatakan terasa gelap jika melirik kesekitar terutama kearah hidung dan bawah.
Tiga minggu SMRS pasien berobat ke RS Jambi lalu pasien mendapat pengobatan berupa Cendo 2 x 1 OD, Timol 1 x 1 OD, asam mefenamat 200mg 3 x 1 dan mitrogenol 120mg 1 x 1, lalu pasien disarankan untuk melakukan operasi. Satu minggu SMRS timbul keluhan berupa mata kanan cekot-cekot, nyeri, merah, pandangan semakin kabur, pandangan semakin sempit dan mata berair terus.
Hari SMRS pasien datang berobat ke RS Mata Yap dengan keluhan mata kanan cekot-cekot, pandangan kabur dan berkurang, berair dan nyeri.  Pasien dirawat untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.
Pemeriksaan Oftalmologis:
OD

OS
1/300
Visus
6/12
Tidak ada
Nyeri Tekan Palpebra
Tidak ada
Ada
Pterygium
Tidak ada
Keruh
Kornea
Jernih
Ada
Edema Kornea
Tidak ada
Dangkal
Kedalaman COA
Dalam
Tidak ada
Sinekia Iris
Tidak ada
+- 6 mm
Ukuran Pupil
+- 3mm
Positif menurun
Refleks Cahaya Langsung
Positif
Positif menurun
RC Tidak Langsung
Positif
Jernih
Kejernihan Lensa
Jernih
Jernih
Badan kaca
Jernih
Reflex Fundus sulit dinilai
Funduskopi
Reflex Fundus (+),dbn
Tidak ada
Nyeri Tekan Palpasi
Tidak ada
N++/palpasi
Tensi Okuli
N+/palpasi
Tidak sesuai dengan pemeriksa (Menyempit)
Tes Konfrontasi
Sesuai dengan pemeriksa

Pemeriksaan Penunjang :
Tekanan Intra Okuler
     OD err , OS 26
        Pemeriksaan darah lengkap
            Hb 13,2g/dl, RBC 4,48 x 109/L, WBC 5,8 x 109/L, HCT 36,50%, MCV 81,5 g/dL.
            GDS 130 g/dL, ureum 31,0 mMol/L, kreatinin 1,03 mg/dL.

IV.             DIAGNOSA KERJA
OD Glaukoma Akut Sudut Tertutup Primer + Pterygium Gr 2


V.                DIAGNOSA BANDING
Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma Sekunder
Pseudopterygium

VI.             ANJURAN PEMERIKSAAN
Slitlamp
Optical Coherence Tomography
Gonioskopi
Perimetri

VII.          PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
      Rawat inap
Pro Trabekulektomi okular dextra

Medikamentosa
                        Timol 0,5% 2 x 1 gtt ODS                              Amlodipin Tab 10 mg 1 x 1
                        Xitrol 4 x 1 gtt OD                                         Valsartan Tab 80 mg 1 x 1
            Glaucon 3 x 1 gtt OD
                        Aspak K 1 x 1 gtt OD
                       
IX.      PROGNOSIS
                                                                                    OD                                OS
                        Ad vitam                     :                    Bonam                          Bonam
Ad fungsionam           :             Dubia ad malam           Dubia ad bonam
Ad sanationam            :             Dubia ad malam           Dubia ad bonam




X. FOLLOW UP
30/09/2017
Subjektif
Tidak ada keluhan, pandangan tetap kabur, cekot-cekot berkurang
Objektif
TD 150/70, N 80x/menit, Pernapasan 20x, Suhu 36oC,
Visus OD 1/300, OS 6/18
Asessment
OD Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Planning
Timol 0,5 % 2 x 1 ODS, Xitrol 4 x 1 OD, Glaucon 3 x 1 OD, Aspar K 1 x 1 OD, Pro Trabekulektomi OD

01/10/2017
Subjektif
Tidak ada keluhan
Objektif
TD 140/80, N 80x/menit, Pernapasan 20x, Suhu 36oC
Visus OD 0, OS 6/18
TIO OD Error, OS Over
Asessment
Post Op TSCPC OD
Planning
Ciprofloxacin 500mg Tab 3 x 1, As Mefenamat 500 mg Tab 3 x 1
Rencana Rawat Jalan










TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Glaukoma
            Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraocular (TIO) yang (relative) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapang pandang yang khas dan atrofi papil saraf optic. Mekanisme peningkatan tekanan intraocular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).1

Fisiologi Humor Aqueous
            Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL dan ikecepatan pembentukkannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 µL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.1
            Humor aqueous diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosessis sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan lalu anyaman trabekular di sudur bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris.1
            Peradangan atau trauma intraocular menyebabkan peningkatan kadar protein. Hal ini disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip serum darah.1
            Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous juga meningkat. Aliran aqueous humor ke dalam kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen di kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil humor aqueous keluar dari mata antara bekas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sclera (aliran uveoskleral).1
Gambar 1. Aliran dari humor aqueous.
            Tahanan utama aliran keluar humor aqueous dari bilik mata depan adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan intraocular yang dapat dicapai oleh terapi medis.1
Fungsi humor akuos yaitu :
1.      Aliran humor akuos membantu memelihara bentuk bola, yang penting untuk kesatuan struktur dan fungsi optic mata.
2.      Humor akuos menyediakan substrat-substrat seperti oksigen, glukosa, asam amino ke kornea, lensa, dan anyaman trabekula. Sisa metabolic (karbondioksida, asam laktat) dibuang dari ruang anterior.
3.      Humor akuos memfasilitasi respon imun seluler dan humoral dalam kondisi yang sulitseperti peradangandan infeksi.2

Klasifikasi Glaukoma
            Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi adalah sebagai berikut:3
a.       Glaukoma primer
1.      Glaukoma sudut tertutup
a. Akut
b.Subakut
c. Kronik
2.      Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut-terbuka kronik, glaukoma simpleks kronik)
b.Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
b.      Glaukoma sekunder
1.      Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Pasca bedah tandur kornea
b.Pasca ablation retinae
2.      Akibat steroid
c.       Glaukoma absolut: Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.

A.  Glaukoma Primer
a.    Glaukoma Sudut Tertutup (closed-angle glaucoma)
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar
aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular pleh iris perifer. Keadaan ini dapat
bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai
timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen
anterior dan gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan
bila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang.4
            Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :5
· Bulbus okuli yang pendek
· Tumbuhnya lensa
· Kornea yang kecil
· Iris tebal
Faktor fisiologis yang menyebabkan coa sempit :5
· Akomodasi
· Dilatasi pupil
· Letak lensa lebih kedepan
· Kongesti badan cilier

b.   Glaukoma Sudut Terbuka Primer
            Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang paling sering pada ras kulit hitam dan putih. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah adanya proses degenerative anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraocular.1
            Peningkatan tekanan intraocular mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan pandang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intraocular dan keparahan penurunan penglihatan, efek yang ditimbulkan peningkatan tekanan pada nervus optikus sangat bervariasi antar-individu. Sebagaian mata menoleransi peningkatan tekanan intraocular tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang (hipertensi ocular); yang lain memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa dengan tekanan intraocular “normal”. Walaupun demikian, tekanan intraocular yang lebih tinggi berkaitan dengan kehilangan lapangan pandang yang lebih berat. Apabila pada pemeriksaan pertama ditemukan kehilangan lapangan pandang glaukomatosa, risiko perkembangan lebih lanjut akan jauh lebih besar. Karena merupakan satu-satunya faktor risiko yang dapat ditangani, tekanan intraocular tetap menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa pengendalian tekanan intraocular memperlambat kerusakan diskus optikus dan kehilangan lapangan pandang. Pada setiap penurunan tekanan intraocular sebesar 1 mmHg, terdapat penurunan risiko progresivitas glaukoma sebesar kira-kira 10%,1
            Apabila terdapat kelainan diskus optikus atau penurunan lapangan pandang yang luas, dianjurkan untuk menurunkan tekanan intraocular sesegera mungkin, sebaiknya hingga kurang dari 15 mmHg. Pada pasien yang baru dicurigai mengalami kelainan diskus optikus atau lapangan pandang, mungkin dibutuhkan terapi yang tidak terlalu agresif. Pada semua kasus, harus dipertimbangkan antara kenyamanan terapi dan komplikasi yang mungkin timbul. Banyak pasien glaukoma berusia lanjut serta lemah dan kemungkinan tidak dapat menoleransi terapi  yang agresif. Dalam upaya memperoleh perspektif mengenai perlu tidaknya terapi, mungkin diperlukan suatu periode pengamatan tanpa terapi untuk menentukan kecepatan perburukan kelainan diskus optikus dan lapangan pandang. Tidaklah dibenarkan bagi pasien berusia lanjut untuk menerima berbagai terapi agresif sementara kemungkinan timbulnya penurunan lapangan pandang yang bermakna selama sisa hidup mereka kecil.1
Gambar 2. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup.

B.  Glaukoma Sekunder
   Peningkatan tekanan intraocular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain disebut glaukoma sekunder. Golongan penyakit ini sulit diklasifikasikan secara memuaskan.1

a.      Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
            Dislokasi Lensa
            Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada aperture pupil yang menyebablan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.1
            Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.1
           
            Intumesensi Lensa
            Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis.1

Glaukoma Fakolitik
            Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Tipe ini merupakan tipe glaukoma sudut terbuka sekunder. Ciri dari kondisi ini dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan intraocular saat memiliki katarak hipermatur dan kamera okuli anterior menjadi dalam dan humor aqueous mungkin mengandung partikel protein putih. Visus akan berkurang dalam kondisi ini, kadang-kadang menuju ke level persepsi cahaya yang tidak akurat. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.6,7

Glaukoma Akibat Steroid
            Kortikosteroid intraocular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan sejenis glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan tekanan intraocular pada pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Terdapat peran genetik dalam pengaruh steroid terhadap glaukoma. Sekitar 5% dari populasi merupakan responder steroid yang tinggi, 35% merupakan responder menengah, dan 60% bukan merupakan responder. Mekanisme terjadinnya masih belum diketahui, namun terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Teori glikosaminoglikans (GAG), kortikosteroid menghambat pelepasan hidrolasi (dengan menstabilkan membrane lisosomal). Dampaknya GAG di trabekular meshwork tidak dapat terdepolimerisasi dan menahan air di ruang ekstrasel. Hal ini menyebabkan penyempitan di ruang trabekula dan mengurangu jalur dari humor aqueous. Teori lain yaitu teori sel endotel menyebutkan bahwa garus dibawah keadaan endotel sel  trabekular meshwork normal berperan sebagai fagosit dan melakukan fagosit debris dari humor aqueous.. Kortikosteroid melakukan supresi terhadap aktivitas fagositik sel endotel menyebabkan pengumpulan debris di trabekular meshwork dan mengurangi jalur aqueous. Teori prostaglandin menyebutkan prostaglandin E dan F diketahui meningkatkan aliran aqueous. Kortikosteroid dapat menghambat sintesis prostaglandin E dan F menyebabkan berkurangnya aliran aqueous dan meningkatkan tekanan intraocular.6
Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraocular. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan tekanan intraocular. Pasien yang mendapat terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.1

Etiologi dan Faktor Risiko
Beberapa etiologi dan faktor risiko terhadap kejadian Glaukoma Sudut Tertutup adalah :
-          Ras
Prevalensi glaukoma primer sudut tertutup pada pasien dengan usia diatas 40 tahun memiliki variasi yag sangat beragam tergantung ras. Insiden pada kulit putih sebesar 0,1%- 0,6%, pada kulit hitam 0,1%-0,2%, sebesar 0,4%-1,4% pada Asia Timur, pada eskimo sebesar 2,1% -5% dan 2,3% pada kelompok etnis campuran di Afrika Selatan
-          Usia
Prevalensi glaukoma sudut tertutup meningkat tiap satu dekade atau sepuluh tahun setelah usia empat puluh tahun. Peningkatan insiden ini dapat dijelaskan dengan penebalan lensa seiring dengan penambahan umur dan mengakibatkan peningkatan kontak iridolentikular.
-          Jenis kelamin
Dilaporkan bahwa glaukoma primer sudut tertutup dua hingga empat kali lipat lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria dan tidak dipengaruhi oleh ras.
-          Riwayat keluarga
Insiden glaukoma primer sudut tertutup pada keluarga derajat pertama relatif mempengaruhi individu. Pada kulit putih prevalensi keluarga derajat pertama dilaporkan berkisar antara 1%-12%, sedangkan pada survey populasi di china, risiko meningkat menjadi 6 kali lipat pada pasien dengan riwayat keluarga.
-          Refraksi
Kejadian glaukoma primer sudut tertutup pada pasien dengan hipermetrop lebih sering terjadi dan tidak dipengaruhi ras.

     Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokuler. Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difuse, yang menyebabkan penipisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofik, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.4
Pada beberapa penelitian menunjukkan tekanan intraokular yang meningkat di atas 21 mmHg, menunjukkan peningkatan persentase defek lapangan pandang, dan kebanyakan ditemukan pada pasien dengan tekanan intraokuler berkisar 26-30 mmHg. Penderita dengan tekanan intraokuler diatas 28 mmHg 15 kali beresiko menderita defek lapangan pandang daripada penderita dengan tekanan intraokular berkisar 22 mmHg.Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg,sehingga terjadi kerusakan iskhemik pada iris yang disertai edema kornea.1



Patofisiologi Glaukoma
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina, serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cawan optik. 1
            Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular (TIO), baik disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka maupun tertutup, akan dibahas sesuai dengan klasifikasi penyakit. Efek peningkatan TIO dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan TIO. Pada glaukoma sudut tertutup akut, TIO mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, TIO biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion terjadi dalam waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun. Sementara pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat tekanan intraokular dalam kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama, mungkin iskemia caput nervus optikus. 1

Manifestasi Klinis
·         Gejala objektif :
-   Palpebra : Bengkak
-   Konjungtiva  bulbi
-   Hiperemia  kongestif,  kemosis  dengan  injeksi  silier,injeksi konjungtiva, injeksi episklera
-   Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea
-   Bilik mata depan : Dangkal
-   Iris : gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu.
-   Pupil :
   Melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang didapatkan midriasis yang total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak ada sama sekali
·           Gejala Subjektif :
-        Nyeri hebat
-        Kemerahan ( injeksi siliaris )
-        Pengelihatan kabur
-        Melihat halo
-        Mual – muntah

Diagnosis
            Dalam menganamnesis kita perlu mengetahui riwayat-riwayat berikut:
·      Keluhan saat serangan
·      Gejala, onset, durasi, keparahan, lokasi
·      Riwayat okular
·      Riwayat penyakit sekarang
·      Riwayat pengobatan
·      Riwayat penggunaan obat-obatan
·      Riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok
·      Riwayat penyakit keluarga (kebanyakan munculan glaukoma adalah asimptomatik sehingga kerusakan saraf optik yang lanjut telah terjadi. Riwayat keluarga yang menderita glaukoma adalah faktor risiko yang penting)

Penilaian Glaukoma Secara Klinis
Tonometri 5,7
            Merupakan pengukuran TIO. Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometri Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh pada keakuratan pengukuran. TIO mata yang korneanya tebal diperkirakan terlalu tinggi; yang korneanya tipis ditaksir terlalu rendah.
            Tonometer aplanasi lainnya adalah Perkins dan TonoPen, keduanya portabel. Pneumatotometer yang dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak lunak di permukaan kornea yang iregular. Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel, yang digunakan untuk mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui sebelumnya.
Gambar 3. Tonometri Aplanasi Goldmann.
            Rentang TIO normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata TIO-nya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50 % individu yang terkena akan memperlihatkan TIO yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan TIO semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Pasien harus terus-menerus diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma jika didapatkan TIO terus menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapang pandang normal.
Gambar 4. Tonometri Schiotz.
Gonioskopi 4,6
            Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer iris, yang diantaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini, yakni lebar (terbuka), sempit, atau tertutup, memberi dampak penting pada aliran keluar humor aqueous. Lebar sudut mata dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik depan mata perifer menggunakan slitlamp. Akan tetapi, sudut bilik mata depan (COA) sebaiknya ditentukan langsung dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur sudut-sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.
Gambar 5. Perkiraan Kedalaman COA dengan Penyinaran Oblik.

Penilaian Diskus Optikus 4
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
            Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser ke arah nasal.
            Rasio cawan-diskus (cup-disk ratio/CD-ratio) adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus, misalnya cawan kecil, rasionya 0,1 – dan cawan besar, rasionya 0.9. Apabila terdapat kehilangan lapang pandang atau peningkatan TIO, rasio cawan diskus lebih dari 0.5 atau terdapat simetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
            Penilaian klinisnya dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak kornea yang memberi gambaran 3 dimensi. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron adalah atrofi lapisan serat saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan diskus optikus.

Penilaian Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapang pandang glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas saraf yang dapat dijumpai pada semua peyakit nervus optikus; namun pola kelainan lapang pandang, sifat, progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit ini.
            Gangguan lapang pandang glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapang pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke lapang pandang daerah Bjerrum – 15 derajat dari fiksasi – membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapang pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel.
            Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah median horizontal – sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapang pandang perifer cenderung berawal di perifer nasal. Selanjutnya mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapang pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tapi hanya 5 derajat lapang pandang di tiap-tiap mata. 1
            Untuk pemeriksaan lapang pandang pada glaukoma, dapat digunakan automated perimeter (misalnya Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent. 5,6,7



Terapi Glaukoma Secara Umum
            Terdapat beberapa jenis obat antiglaukoma yaitu secara lokal, sistemik, dan obat hiperosmotik. Secara lokal, obat yang digunakan adalah dalam bentuk miotika, obat ini bekerja dengan mengecilkan pupil, mengakibatkan bertambahnya fasilitas keluarnya cairan mata di sudut bilik mata. Miotika dipakai pada glaukoma sudut terbuka yang menambah fasilitas pengeluaran cairan mata, selain daripada glaukoma sudut sempit untuk membuka sudut bilik mata. Biasanya dipakai larutan pilokarpin, eserin, miostat, dan karbakol.8
            Miotika obat yang mengakibatkan miosis atau mengecilkan pupil dengan tujuan untuk: (1) Melawan efek obat midriatika, contoh pilokarpin untuk mengimbangi obat midriasis siklopentolat.; (2) Untuk mengobati glaukoma sudut terbuka dan tertutup.; (3) Pengobatan juling pada esotropia akomodatif, dimana bila melihat dekat terjadi esotropia akibat akomodasi.; (4) Mengecilkan pupil pasca bedah lensa biasanya dipakai asetilkolin.; (5) Pasca bedah asetilkolin atau pilokarpin dipakai sesudah memasang lensa intraocular.8
            Pilokarpin (0,5-6%) memberikan efek 4-6 jam, harga tidak mahal dan tidak banyak memberikan efek samping. Bekerja dengan meningkatkan fasilitas pengeluaran cairan mata dengan membuka sudut bilik mata dengan miosis. Gejala samping yang dapat ditimbulkan oleh pilokarpin adalah sakit pada alis mata, akibat spasme otot siliar, dan penglihatan malam berkurang terutama pada pasien dengan katarak Polaris posterior akibat pupil kecil.7
            Karbakol (0,75-3%) sukar diserap melalui kornea dibanding pilokarpin dan hanya dipakai bila pilokarpin tidak efektif. Miotika lain yang daapat dipakai adalah obat-obat penghambat kolinesterase sehingga keaktifan asetilkolin bertambah. Obat anti-kolinesterase ini dapat memberikan efek samping sakit akibat spasme akomodasi, sakit kepala, miopia, katarak, ablasi retina, dan kista iris. Sistemik dapat memberikan keluhan sakit kepala, berkeringat, enek, muntah, diare, dan ares jantung.7
            Beta blocker, obat yang bekerja menghambat rangsangan simpatis dan mengakibatkan penurunan tekanan bola mata. Obat ini tidak mempengaruhi pupil sehingga tidak mengakibatkan gangguan akomodasi pada orang muda.7
            Pada terapi sistemik, asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase yang akan mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan mata sebanyak 60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada permulaan pemberian akan terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek samping hilangnya kalium tubuh, parestesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia sementara.7
            Obat antiglaukoma lain adalah adrenalin, sinonim dengan adrenaline, adrine, adrenamine, adnephrine, chalafrin, epirenan, epinephrine, hemisin, hemostatin, paranephrine, suprarenine, suprarenaline, supracapsiline, supranepharane. Adrenaline klorida dipakai dalam larutan 1:10000 untuk pembedahan mata, hidung, dan uretra. Adrenalin merupakan astrigen, hemostatik, dan tonik jantung yang kuat.7
            Antidrenergik atau simpatolitik. Zat atau sifat serupa adrenalin dalam saraf zat ini diaktifkan atau disalurkan dengan epinefrin. Adrenergik adalah istilah yang dipakai pada saraf yang melepaskan simpatin pada sinaps saat rangsang melaluinya. Zat ini ditemukan pada saraf simpatis.Obat yang menghambat sistem saraf simpatis yang menghambat transmisi epinefrin saraf, yang dipakai untuk antiglaukoma, dan kadang-kadang mengakibatkan vasokonstriksi.6
            Adrenergik stimulasi atau simpatomimetik, obat yang bekerja sebagai sistem saraf simpatis, yang dipergunakan untuk glaukoma yang bekerja membuka sudut bilik mata yang akan menambah pengaliran keluar cairan mata dan menghambat produksi cairan mata pada badan siliar. Obat ini mengakibatkan dilatasi pupil tanpa menghambat akomodasi. Obat ini mengakibatkan mata menjadi putih akibat konstriksi pembuluh, darah konjungtiva yang melebar.6
            Gliserin, bekerja menurunkan tekanan bola mata, gliserin tidak boleh diberikan lebih dari 1 kali dalam 8 jam. Manitol, bekerja denan mengakibatkan cairan ekstraseluler hiperosmotik sehingga terjadi dehidrasi sel dan diuresis. Obat hiperosmotik bekerja mengatur tekanan bola mata dengan mengatur tekanan osmotic cairan mata.7

Operatif :
Sebelum pembedahan, tiap glaukoma akut harus diobati terlebih dahulu. Dengan cara seperti tersebut di atas tekanan bola mata yang tadinya sangat tinggi diturunkan dahulu sampai di bawah 25 mmHg. Apabila mata masih terlalu merah, dapat ditunggu sampai mata lebih putih, dan kemudian penderita dibedah.
1.      Iridektomi Perifer
Indikasi: pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodromal, glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat.
Teknik: pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris. Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil dengan cara membentuk hubungan permanen antara kamera anterior dan posterior, sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah.  Iridektomi ini biasanya dibuat di sisi temporal atas. Iridektomi  perifer secara bedah diindikasikan apabila terapi dengan  laser neodinium YAG maupun laser argon tidak berhasil.
2.      Pembedahan Filtrasi
Indikasi : pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
Trepanasi Elliot : sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah kornea-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Sklerotomi Scheie : kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan  ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi : mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.1
3.      Iridektomi Perifer Preventif
Serangan glaukoma akut biasanya terjadi unilateral. Nasib mata sebelahnya yang masih sehat menurut beberapa laporan terdapat risiko 60% terjadinya glaukoma akut dalam 5 tahun mendatang. Ini merupakan alas an untuk melakukan iridektomi perifer preventif. 1,6

Trabekulektomi merupakan jenis pembedahan yang paling sering dilakukan pada Glaukoma, bertujuan membuat saluran atau lubang yang menghubungkan bilik mata depan dengan daerah subkonjungtiva melalui partial thickness flap sklera sehingga tekanan intra ocular turun. Prosedur ini dapat merupakan terapi pertama tettapi dapat juga dilakukan setelah tekanan intra ocular pasien tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan, pasien tidak toeran terhadap obat-obata anti glaucoma, visus turun dan lapang pandangan terus memburuk walaupun terapi sudah maksimal diberikan serta kepatuhan pasien yang buruk. Prosedur ini tidak dianjurkan untuk mata yang sudah buta karena akan beresiko menimbulkan oftalmia simpatika pada mata sebelahnya atau pada glaucoma neovaskular karena resiko ekgagalan sangat tinggi. Tindakan trabekulektomi ini perlu diketahui komplikasi dan penanganannya karena keberhasilan dari tindakan ini adalah mengantisipasi dan mencegah dari komplikasi secara benar.8
      Komplikasi yang perlu diketahui antara lain:
·         Komplikasi Intraoperatif:
1.      Flap Konjungtiva berlubang/ sobek
2.      Perdarahan episklera, hifema dan koroid
3.      Efusi khoroid
4.      Prolapse vitreus
5.      Flap sklera putus
·         Komplikasi Pasca Operasi Awal
1.      Hipotoni dan KOA dangkal atau lenyap
2.      Glaukoma Maligna/ blok silier
3.      Obstruksi Fistula oleh Iris, korpus siliaris, lensa atau vitreus, kegagalan bleb
4.      Komplikasi lain pasca operasi yaitu uveitis, endoftalmitis, hifema, kehilangan visus sentral, pendarahan retina
·         Komplikasi Pasca Operasi Jangka Panjang
1.      Kegagalan filtrasi
2.      Bleb bocor
3.      Blebitis
4.      Katarak
5.      Bleb menggantung
6.      Perubahan Kornea, pengurangan jumlah endotel kornea karena sentuhan operasi.








Prognosis Glaukoma
Gambar 6. Grafik prognosis dari glaukoma.
            Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan atau mengurangi tingkat kerusakan penglihatan. Dengan mengontrol tekanan intraocular sendiri bukan satu-satunya terapi yang diperlukan dalam managemen glaukoma. Peran yang mungkin dari iskemia nervus optikus sudah didiskusikan namun tidak ada terapi untuk hal ini. Mengurangi tekanan intraocular merupakan terapi saat ini. Beberapa pasien akan melanjutkan perkembangan penurunan penglihatan walaupun tekanan intraocular diturunkan. Pengurangan tekanan intraocular namun dapat mencegah progresi dalam penurunan pengluhatan.  Jika diagnosis telah dibuat, ketika ada kerusakan penglihatan yang signifikan, mata menjadi buta walaupun diterapi.4

Penutup
            Glaukoma adalah keadaan di mana tekanan bola mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan penggangguan saraf optic dan mengakibatkan gangguanpada sebagian atau seluruh lapang pandang.
            Berdasarkan gangguan aliran humor aquos, glaucoma diklasifikasikan menjadi glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup. Sedangkan berdasarkan adanya keadaan lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler (TIO), glaucoma diberdakan menjadi glaucoma primer dn sekunder.
            Untk menentukan seseorang menderita glaucoma maka dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti:
a.       Pemeriksaan tekanan bola mata
b.      Pemeriksaan kelainan papil saraf optic
c.       Pemeriksaan sudut bilik mata
d.      Pemeriksaan lapang Pandang
Penanganan glaucoma sudut tertutup mempunyai tujuan yaitu membuka kembali sudut dan menghilangkan factor penyebab terjadinya blok pupil  atau mencegah terjadinya kontak iris-trabekulum lagi. Penangan awal dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan tindakan operatif.























Daftar Pustaka
1.      Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010. h. 212-28
  1. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004, page 56-58
3.      Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age International; 2007.
4.      James B, Chew C, Bron A. Lecture note on ophthalmology. 9th edition. Victoria: Blackwell Publishing; 2003.
  1. American Academy Of Ophthalmology: Fundamental and Principles of Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2, 2003-2004, page 56-58
  2. Becker - Shaffer`s, Angle-Closure Glaucoma With Pupillary Block, Chapter 15 in Diagnosis and Therapy of the Glaucomas, Seventh Edition, Mosby 1999, page 217-241.
  3. American Academy of Ophtalmology. Glaucome Section 10. American Academic of Ophtalmology. San Francisco, 2008.
8.      Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. h. 286-7.
9.      Suhardjo. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012. H. 111-43.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar